Kamis, 25 September 2014

Konteks Kehidupan Suku Batak Sebelum Injil Masuk di Tanah Batak

Suku Batak adalah salah satu suku di Indonesia yang mempertahankan kebudayaanya; mereka memegang teguh tradisi dan adat.[1] Pada masa lampau orang Batak tidak suka terhadap orang luar (Barat/sibottar mata) kerena mereka dianggap sebagai penjajah.[2] Selain itu, ada paham bagi mereka bahwa orang yang berada di luar suku mereka adalah musuh, sebab masa itu sering terjadi perang antar suku.[2]Sebelum Injil masuk, suku Batak adalah suku penyembah berhala.[butuh rujukan] Kehidupan agamanya bercampur, antara menganut kepercayaan animismedinamisme dan magi.[2] Ada banyak nama dewa atau begu (setan) yang disembah, seperti begu djau (dewa yang tidak dikenal orang), begu antuk (dewa yang memukul kepala seseorang sebelum ia mati), begu siherut (dewa yang membuat orang kurus tinggal kulit), dan lainnya.[3]
Suku Batak hidup dengan bercocok tanamberternak hewan dan berladang.[4] Mereka menjual hasil dari perternakan dan cocok tanam ke pasar ("onan") pada hari tertentu.[4] Di pasar mereka melakukan transaksi untuk keperluan sehari-hari seperti membeli beras, garam, tembakau, dan lainnya.[4]
Keadaan yang dinamis ini, sering terusik oleh permusuhan antara satu kampung dengan kampung lainya. Tidak jarang permusuhan berakibat pembunuhan dan terjadi saling balas dendam turun-temurun.[4] Jika di kampung terjadi wabah, seperti pes dan kolera, mereka akan meminta pertolongan Raja Si Singamangaraja yang berada di Bakkara.[4]Raja Si Singamangaraja kemudian datang dan melakukan upacara untuk menolak "bala" dan kehancuran.
Hampir semua roda kehidupan orang Suku Batak dikuasai oleh aturan-aturan adat yang kuat.[4] Sejak mulai lahirnya seorang anak, beranjak dewasa, menikah, memiliki anak hingga meninggal harus mengikuti ritual-ritual adat.[4]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar